Gue Mau Nyerah Ngonten Aja!
Dari momen gue ngerasa semua usaha sia-sia, kehilangan formula yang pernah berhasil, sampai akhirnya gue nemuin cara buat bangkit lagi.
Beberapa minggu terakhir, gue jarang upload konten. Bisa dibilang udah 3-4 minggu kosong. Posting reels palingan sebulan cuma bisa dihitung jari. Bukan karena malas—tapi karena sibuk banget ngurusin bisnis di dunia nyata — alasan aje nih!
Tapi, begitu gue upload lagi, duar—views anjlok parah. Sesuatu yang sebelumnya gampang dapet ribuan views, tiba-tiba sepi. Gue mulai mikir, “Apa algoritma Instagram udah berubah? Atau mungkin, gue udah nggak relatable lagi sama audience?”
Akhirnya, gue ngobrol sama salah satu konten kreator luar, dan dia bilang sesuatu yang bikin gue reflect:
"The algo doesn’t really change, people’s preferences do. Tell good stories, you’ll be fine. Don’t focus on being ‘relatable.’ Focus on being authentic and tell stories around your mission. People will relate as a side effect." –– Seth Lloyd.
It hit me hard. Selama ini, mungkin gue terlalu mikirin gimana caranya bikin konten yang relatable. Padahal, yang lebih penting adalah gimana gue bisa jadi versi paling authentic dari diri gue sendiri—karena dari situ, koneksi yang asli sama audience akan datang dengan sendirinya. Dia juga menambahkan:
"Authenticity isn’t about being relatable—it’s about being real. Relatability is just a side effect."
1. Stop Chasing What’s Relatable—Start Being Real
Kalau gue jujur, salah satu kesalahan terbesar yang sering banget gue lakuin (dan mungkin lo juga) adalah terlalu fokus bikin konten yang relatable. Biar semua orang bisa connect. Biar dapet like, comment, dan views yang memuaskan. Tapi di balik itu semua, ada satu hal yang justru sering gue lupain: keaslian diri gue sendiri.
Gue baru benar-benar ngeh soal ini setelah ngobrol sama salah satu content creator luar yang gue respect. Gue curhat, “Views gue anjlok, bro. Apa karena algoritma Instagram udah berubah? Atau mungkin gue udah nggak relatable lagi?”
Dan jawaban dia? Sederhana, tapi nyelekit:
Gue diem sejenak. Karena kenyataannya, selama ini gue terlalu mikirin “Apa yang orang mau denger?” daripada “Apa yang sebenarnya gue pengen ceritain?”
Dan makin ke sini, gue sadar—orang udah capek lihat konten yang overly curated atau dipoles biar keliatan sempurna. Yang orang cari sekarang itu realness. Cerita nyata. Struggle yang beneran. Growth yang lo rasain sendiri, bukan hasil copy-paste dari teori yang udah sering diulang-ulang.
Misalnya, daripada bikin video soal “Cara dapetin 10K followers dalam 30 hari,” kenapa nggak coba jujur aja: “Kenapa gue berhenti peduli sama angka followers dan mulai fokus bangun koneksi yang real sama audiens.”
Dan ternyata, data juga mendukung ini. Menurut studi dari Sprout Social, 86% konsumen bilang bahwa keaslian (authenticity) adalah faktor utama yang menentukan apakah mereka mendukung brand atau individu di media sosial. Orang lebih percaya sama lo ketika lo jadi diri sendiri—flaws and all—daripada jadi orang yang selalu kelihatan perfect.
At the end of the day, authenticity isn’t about fitting in. It’s about standing out—karena lo berani jujur tentang siapa diri lo sebenarnya. Dan percaya deh, yang kayak gini jauh lebih powerful daripada sekadar dapetin banyak likes.
2. Share Your Struggles, Not Just Your Highlights
Salah satu momen paling berkesan di perjalanan konten gue adalah saat gue mulai berani cerita tentang struggle yang gue alami. Gue buka-bukaan soal target Rp100 juta per bulan—bukan cuma soal keberhasilan, tapi juga kegagalan, rasa ragu, dan momen di mana gue ngerasa stuck.
Dan lucunya, justru di saat gue jujur tentang kesulitan, engagement gue meledak. Views bisa tembus ratusan ribu. Bukan karena gue terlihat keren atau sukses, tapi karena orang-orang bisa connect dengan cerita yang real. Banyak yang nge-DM gue, “Gue juga ngerasain hal yang sama, bro.” Itu bukan sekadar angka, tapi koneksi yang nyata.
Tapi belakangan ini, gue ngerasa mulai jauh dari kebiasaan itu. Bukan karena gue nggak punya cerita, tapi karena hidup makin sibuk—bisnis di real life makin padat, dan waktu buat bikin konten makin terbatas. Dan akhirnya, pas gue mulai upload lagi, views gue... anjlok.
Di situ gue mulai mikir: “Apa karena gue udah nggak connect lagi dengan audiens? Apa yang kurang?”
Sampai akhirnya, gue keinget sama satu kalimat dari Gary Vaynerchuk yang langsung ngena:
“Authenticity is your competitive advantage.”
It made me realize, mungkin selama ini gue terlalu sibuk mikirin apa yang orang pengen liat, bukan apa yang gue pengen ceritain. Orang nggak butuh lihat kesempurnaan—mereka pengen tahu kisah nyata di balik layar. Gimana perjuangannya, jatuh-bangunnya, dan pelajaran yang gue dapet sepanjang perjalanan.
Seth Godin juga pernah bilang:
“Marketing is no longer about the stuff that you make, but about the stories you tell.”
Jadi mungkin, ini saatnya gue balik lagi ke core awal gue: berbagi perjalanan yang sebenarnya. Bukan cuma soal kemenangan, tapi juga tentang jatuh dan bangkit lagi.
Karena pada akhirnya, koneksi yang tulus itu nggak datang dari kesempurnaan—tapi dari keberanian kita untuk jadi diri sendiri.
3. Build Connection First, Conversion Will Follow
Dulu, waktu gue mulai serius bikin konten, target utama gue bukan langsung cari cuan. Fokus gue simpel: bangun koneksi yang real sama audiens. Gue pengen orang-orang ngerasa, “Ini orang ngerti struggle gue. Ini orang ngalamin hal yang sama kayak gue.”
Dan hasilnya? Surprisingly, dari koneksi yang gue bangun itu, datang peluang-peluang yang bahkan nggak pernah gue duga sebelumnya. Mulai dari kolaborasi bisnis, tawaran partnership, sampai undangan jadi speaker. Semua itu datang bukan karena gue hard-selling atau terus-terusan nge-push produk, tapi karena orang ngerasa connect sama cerita dan perjalanan yang gue bagikan.
Gue inget banget kata-kata Alex Hormozi yang relate banget dengan pengalaman gue:
“If you help enough people get what they want, you’ll eventually get what you want.”
Itu beneran kejadian. Ketika fokus utama gue adalah ngebantu orang lain lewat insight, pengalaman, dan cerita yang gue bagikan, trust mulai terbentuk. Dan trust itu—lebih dari sekadar followers atau like—yang akhirnya jadi currency paling berharga.
Tapi, yang sering gue lihat, banyak orang salah langkah. Mereka terlalu buru-buru pengen dapet konversi. Konten yang mereka buat langsung nge-push buat jualan, tanpa ada usaha buat bangun hubungan dulu. Padahal, menurut riset dari Edelman Trust Barometer, 81% konsumen harus percaya pada brand sebelum mereka memutuskan buat beli sesuatu.
Sekarang, kalau gue boleh jujur, gue lagi ngerasa koneksi itu agak mulai pudar. Mungkin karena gue jarang posting akhir-akhir ini, atau mungkin karena fokus gue lagi banyak di dunia nyata. Tapi satu hal yang gue yakin: trust nggak dibangun dari satu postingan viral, tapi dari konsistensi dan kejujuran lo selama perjalanan.
So, sekarang gue coba pelan-pelan balik lagi—fokus ngebangun koneksi yang real. Karena pada akhirnya, conversion is just a byproduct of genuine connection.
4. Engagement Bukan Cuma Angka—It’s About Real Interaction
Gue nggak akan bohong, ada masa di mana gue terlalu fokus ngejar angka. Views, likes, comments—semuanya gue kejar seolah-olah itu adalah the ultimate goal. Dan, ya, jujur, rasanya satisfying banget waktu lihat angka-angka itu naik.
Tapi makin ke sini, gue sadar: angka nggak selalu sama dengan koneksi. Views bisa ratusan ribu, tapi kalau nggak ada yang bener-bener engage atau merasa connected dengan pesan yang gue bawa, itu cuma jadi vanity metrics—kelihatan keren, tapi nggak berarti banyak.
Gue keinget satu insight dari Justin Welsh yang menurut gue ngena banget:
“Real growth doesn’t come from going viral. It comes from creating content that sparks conversations with the right people.”
Dan itu bener-bener jadi refleksi gue belakangan ini. Engagement yang beneran berharga itu bukan sekadar jumlah komentar, tapi seberapa dalam interaksi yang terjadi. Apakah orang-orang DM lo karena konten lo bener-bener ngeresap? Apakah ada diskusi yang meaningful di kolom komentar?
Menurut riset dari HubSpot, 64% marketer percaya bahwa interaksi yang berkualitas lebih penting daripada sekadar reach yang besar. Karena pada akhirnya, yang lo butuhin bukan cuma perhatian, tapi connection yang membangun trust.
Sekarang, gue mulai shifting fokus gue. Daripada ngejar konten yang bisa blow up, gue lebih milih buat bikin konten yang bisa memicu diskusi. Misalnya:
Gue ajak audiens untuk refleksi bareng, “Apa sih challenge terbesar yang lagi lo hadapi sekarang?”
Atau bikin polling simpel, tapi meaningful, “Lo lebih pilih growth lambat tapi konsisten, atau cepat tapi nggak stabil?”
Dan hasilnya? Engagement mungkin nggak serame sebelumnya, tapi koneksi yang terbentuk jauh lebih dalam. Orang mulai cerita tentang pengalaman mereka, struggle mereka, dan dari situ, trust mulai terbentuk lagi.
Karena di akhir hari, engagement yang paling berarti bukan soal berapa banyak yang nonton—tapi siapa yang benar-benar dengerin/menyimak.
5. Consistency Beats Perfection
Gue nggak akan basa-basi di sini—konsistensi itu susah. Gue sendiri ngerasain betapa beratnya untuk terus muncul, terus upload, apalagi di tengah kesibukan ngurusin bisnis di dunia nyata. Kadang, gue ngerasa capek, ide mentok, atau malah mikir, “Apa worth it, ya, gue terus bikin konten?”
Dan yang bikin tambah berat? Perasaan harus perfect di setiap postingan. Harus keren, harus estetik, harus dapet engagement tinggi. Tapi, makin gue kejar kesempurnaan itu, makin susah buat mulai lagi. Gue jadi overthinking, ngerasa “Kalau gak sempurna, mending gak usah upload.”
Sampai akhirnya gue nemu kutipan dari Ali Abdaal yang bener-bener nyentil gue:
“You don’t rise to the level of your goals. You fall to the level of your systems.”
It hit me hard. Karena, ya, goals besar kayak 100 juta per bulan itu keren—tapi kalau gak ada sistem yang bikin gue konsisten, itu cuma jadi angan-angan. Dan faktanya, menurut riset dari CoSchedule, marketer yang konsisten memposting konten dapet 60% hasil yang lebih baik dibanding mereka yang postingnya nggak teratur.
Sekarang, gue coba pelan-pelan balik ke pola konsisten, walaupun nggak sempurna. Kadang kontennya simpel, kadang cuma update singkat. Tapi gue sadar, yang penting bukan seberapa keren kontennya, tapi seberapa sering gue muncul.
Karena di dunia konten, “Done is better than perfect.” Orang nggak butuh lihat versi sempurna lo—mereka butuh lo muncul, terus berbagi, dan tetap autentik.
Dan, honestly, itulah yang bakal membangun momentum. Konsistensi kecil, yang dilakukan terus-menerus, jauh lebih berharga daripada satu momen viral yang cepat hilang.
It’s Not About Being Perfect—It’s About Showing Up
Kalau ada satu hal yang gue pelajari dari refleksi minggu ini, itu adalah ini: Being authentic isn’t about being perfect. It’s about being present.
Kadang, kita terlalu sibuk mikirin algoritma, angka, atau bikin konten yang relatable. Tapi sebenarnya, yang orang cari itu simpel—kejujuran. Cerita lo yang real, struggle yang lo alamin, proses lo untuk bangkit dari kegagalan.
Gue sendiri lagi berusaha balik ke akar itu. Nggak gampang, apalagi setelah beberapa minggu off dan views anjlok. Tapi, gue sadar, yang penting bukan tentang gimana cara bikin semua orang suka—tapi gimana caranya gue bisa terus muncul, berbagi cerita dengan jujur, dan bangun koneksi yang real.
Jadi, kalau lo juga lagi ngerasa stuck, burnout, atau ngerasa konten lo “nggak jalan”—mungkin ini saatnya buat berhenti ngejar kesempurnaan, dan mulai fokus buat jadi diri sendiri.
Karena at the end of the day, being authentic will always beat being popular.
🚀 Sneak Peek for Next Week:
Minggu depan, gue bakal bahas tentang strategi monetize untuk creator —biar gak kejebak ngonten terus tapi gak ada pemasukan sama sekali atau bergantung dengan endorsement/brand-deals doang.
Baca juga konten newsletter lainnya di sini: weeklypossible.jadipossible.com.
Sampai ketemu di email berikutnya!
Salam,
Apakah lo udah konsisten ngonten tapi belum ada cuannya sama sekali?
Mungkin yang salah bukan konten lo, tapi sistemnya. Gue pernah ada di titik itu—ngejar engagement terus, tapi gak ada sales.
Itu kenapa gue bikin Webinar Creator Funnel Batch 2. Di sini, lo bakal belajar:
✔️ Cara dapetin leads & pelanggan TANPA iklan
✔️ Framework Creator Funnel yang udah terbukti berhasil
✔️ Strategi bangun kepercayaan & nurturing audience sampai closing
📅 Minggu, 2 Maret 2025 | 10.00 - 12.30 WIB
💰 Rp129K — Diskon Rp99K buat 10 pendaftar pertama!
👉 Amankan seat lo sebelum kehabisan!
GARANSI UANG KEMBALI 100% TANPA POTONGAN, TANPA RIBET KALO LO NGERASA GAK DAPAT APA-APA SETELAH WEBINAR.