Jangan bikin produk digital sebelum tahu 4 cara simple riset produk yang efektif!
Kenapa 4 Cara Riset Produk ini Bisa Bikin Prodig Lo Outstanding di Tengah Persaingan "Lautan Merah"!
"Bikin produk digital sekarang itu kayak jual kacang goreng."
Beneran. Semua orang bisa bikin produk digital—mulai dari e-book, course, template Notion, sampai bahkan ChatGPT sekalipun. Saking gampangnya, pasar sekarang jadi sesak banget. Kalau lo nggak hati-hati, produk digital lo bakal nyangkut di tengah-tengah pasar yang udah red ocean banget.
Dan kalau lo masih main di pasar yang udah crowded, jangan harap bisa menang.
Gue tahu, ini mungkin kedengeran keras. Tapi kenyataannya begitu. Terlalu banyak orang terjebak di pemikiran yang sama: bikin produk digital yang serupa dengan yang udah populer. Akibatnya, produk lo jadi nggak punya daya saing yang kuat dan ujung-ujungnya susah banget jualannya.
Masalah utamanya: kebanyakan orang nggak paham gimana cara riset produk digital yang simpel tapi powerful. Mereka bikin produk asal ikut trend, terus akhirnya stuck karena bingung ngejualinnya ke siapa.
Kalau mau menang, lo nggak boleh ikut-ikutan trend. Lo harus bikin sesuatu yang personal dan bener-bener menjawab kebutuhan spesifik audiens lo.
Ada 4 langkah simpel yang selalu gue pake buat riset produk digital biar nggak bersaing di pasar:
Start with "Personal Struggle". Jangan mulai dari cari ide yang lagi viral. Mulailah dari struggle yang pernah lo alami. Produk digital terbaik itu seringnya datang dari masalah pribadi yang udah berhasil lo atasi.
Gunain Rule of One. Selesaikan satu masalah untuk satu audiens spesifik dengan satu solusi sederhana. Kalau produk lo ribet, audiens nggak bakal ngerasain manfaatnya.
Competitive Gap Analysis. Cek produk yang udah ada di pasar. Cari celah atau gap—apa yang belum ada, atau apa yang bisa lo improve dari produk itu. Itu yang bikin produk lo beda dan valuable.
Inject Your Personality. Sentuhan personal lo itu nggak bisa dicopy-paste sama kompetitor. Audiens membeli produk digital bukan cuma karena manfaatnya, tapi juga karena mereka percaya dan connect sama siapa yang bikin.
1. Start with “Personal Struggle” (yang nyambung sama Audience)
“Don’t build what sells. Build what solves — with your own scars.”
— Arif @jadipossible
Banyak orang mulai riset produk digital dari pertanyaan,
“Apa yang lagi rame sekarang?”
Tapi pertanyaan yang lebih tepat:
“Masalah apa yang audiens gue alami, dan udah pernah gue selesaikan sendiri?”
Karena produk yang laku bukan yang paling keren, tapi yang paling resonant dan relevan. Dan itu terjadi kalau:
Lo tahu persis struggles audiens lo,
Lo bisa jawab struggle itu dengan solusi yang udah lo alami dan buktikan sendiri.
Kuncinya bukan sekadar bikin produk dari pengalaman pribadi. Tapi bikin produk dari pengalaman pribadi yang nyambung langsung ke luka audiens.
👉 Contoh Nyata
Gue pernah stuck berbulan-bulan cuma buat cari cara nulis konten tiap hari tanpa kehabisan ide. Frustrasi. Banyak banget creator di luar sana yang ngalamin hal serupa: mentok ide, takut repetitif, kehilangan semangat.
Waktu itu, gue coba berbagai sistem. Trial-error. Sampai akhirnya nemuin formula yang cocok banget buat gue. Dan dari sana lahir e-book pertama gue.
Gue gak bikin itu karena “konten ideation” lagi trend. Tapi karena:
Banyak audiens gue struggle di hal yang sama,
Dan gue udah punya bukti nyata bahwa formula ini berhasil gue pake selama hampir 2 tahun, nonstop.
Itu yang bikin orang beli.
👉 Kenapa Pendekatan Ini Works?
Karena lo nggak sekadar jual ilmu. Lo ngajak mereka lewat jalan yang pernah lo lewati.
Dan yang lo tunjukkan bukan cuma solusi. Tapi bukti.
Ini selaras dengan prinsip dari buku Show Your Work karya Austin Kleon:
"People don’t just buy products. They buy into people."
Artinya: Solusi lo jadi kredibel karena rooted dari pengalaman lo. Tapi juga tetap powerful karena nyambung langsung ke problem audiens lo.
👉 Action Step: Mulai dari Dua Titik Ini
Temukan struggle utama audiens lo.
Gali dari DM, Q&A, comment section, atau pengalaman lo waktu ada di posisi mereka.Beberapa cara sederhana:
Bikin Q&A di IG Story. Tanya ke followers lo: "Lagi stuck di mana sekarang?"
Live bareng audiens. Ngobrol 15–30 menit bisa lebih insightful daripada riset berjam-jam.
Scroll komen & reply. Lihat pola keluhan yang sering muncul di konten lo atau creator lain di niche serupa.
Tanya: apakah lo pernah mengalami struggle itu dan nemuin pola/solusi yang berhasil?
Kalau iya → itulah bibit produk digital lo.
Bukan ide random. Tapi intersection antara masalah audiens dan pengalaman pribadi.
Di red-ocean market kayak sekarang, yang paling powerful adalah:
"A product that solves their pain, through your lens."
That’s what makes it unique. That’s what makes it valuable.
2. Gunakan "Rule of One" untuk Fokus
"Most products fail not because they’re bad, but because they try to do too much for too many."
— Justin Welsh
Salah satu kesalahan terbesar saat bikin produk digital: topiknya terlalu luas, audiensnya terlalu umum, dan solusinya terlalu banyak.
Orang mikir, makin banyak yang lo tawarin, makin besar kemungkinan dibeli. Padahal, di dunia digital yang saturated kayak sekarang, yang lebih menang justru yang laser focus.
Makanya lo butuh prinsip ini: Rule of One.
Satu produk. Satu masalah. Untuk satu tipe audiens. Dengan satu solusi utama.
👉 Kenapa Rule of One Powerful?
Karena ini bikin lo produk lo jadi lebih tajam.
Tajam kontennya. Karena lo tahu banget pain point siapa yang lo angkat.
Tajam pesan di sales page-nya. Karena lo bisa langsung tembak problem & outcome.
Tajam positioning-nya. Karena produk lo jadi gak generik, special.
Dan yang paling penting: audiens langsung bisa ngerasa, “ini yang gue butuhin.”
👉 Contoh Nyata:
Gue menyelesaikan masalah audiens tentang "konsistensi bikin konten". Banyak orang pengen tahu kenapa gue bisa konsisten ngonten selama hampir dua tahun tanpa team sama sekali.
Gue bikin Instagram Mastery Course for Beginner dan Intermediate yang terstruktur buat mereka yang ingin cuan di sosmed dari 0 dengan pendekatan yang berbeda dari yang lain karena 100% pure dari pengalaman gue sendiri.
Gue fokus membahas cara bikin sistem dalam bisnis online ini. Biar orang tetap bisa ngonten, bikin produk, dan menerima sales meski lagi malas, capek, stress, dan sakit. Konten tetap jalan, uang tetap ngalir.
Gue juga pakai Rule of One:
"Course yang fokusnya pada sistem operation bisnis online, biar lo bisa konsisten ngonten dan cuan meski masih 9-5 tiap hari!"
Liat bedanya:
❌ "Cara bikin konten konsisten" → terlalu umum, susah jualnya.
✅ "Sistem ngonten yang efektif dan efisien buat 9-5 yang sibuk dan punya limit waktu" → langsung kena.
Dan saat lo udah sempitin fokus, lo juga jadi bisa bangun produk lebih efisien, dan kontennya lebih relevan.
👉 Actionable Step:
Sebelum lo mulai develop produk lo, isi 4 pertanyaan ini dulu:
Siapa satu jenis audiens yang mau lo bantu? (Contoh: ibu muda, UI/UX newbie, content creator IG)
Masalah spesifik apa yang mereka alami?
Apa outcome ideal yang mereka pengen capai?
Lo bisa bantu dengan satu solusi apa?
Kalau lo bisa jawab 4 ini → congrats, lo udah punya fondasi produk digital yang kuat dan jelas.
Ingat:
"Clarity always beats cleverness. Simplicity always wins in the long run."
Daripada produk yang 10 fitur tapi nggak ngena, mending satu solusi yang deep and specific.
Itulah kekuatan Rule of One.
3. Lakukan Competitive Gap Analysis
"Kalau lo bikin produk digital tanpa tau siapa pesaing lo dan apa yang udah mereka tawarkan, ya lo ibarat jualan di pasar tapi nggak tahu lapak orang lain jualan apa."
Banyak kreator dan solopreneur nyemplung bikin produk digital dengan asumsi:
"Kayaknya belum ada deh yang bikin ini."
"Gue bikin aja dulu, nanti kelihatan hasilnya."
Padahal, produk digital itu bukan soal siapa yang duluan. Tapi siapa yang lebih tajam ngisi celah yang belum dipenuhi.
Makanya penting banget: lakukan competitive gap analysis.
👉 Apa itu Competitive Gap?
Gampangnya: lo cari tahu produk apa aja yang udah ada di market lo, terus temuin apa yang belum mereka sediakan.
Lo cari "ruang kosong" di antara produk-produk yang udah eksis.
Itulah celah yang bisa lo ambil.
👉 Contoh Nyata:
Gue riset banyak produk digital yang bahas soal Instagram growth. Tapi hampir semua fokusnya:
Cara grow followers cepat,
Tools & hashtag strategy,
Post every day, quantity over quality.
Dari situ gue sadar: hampir nggak ada yang bahas soal sistem di balik konsistensi.
Gak ada yang ngajarin gimana bikin konten tetap jalan meskipun lo:
Lagi burnout,
Lagi kerja full time,
Lagi nggak mood dan nggak kreatif.
Dan dari celah itu, lahir course gue:
"Instagram Mastery: Bukan sekadar nambah followers, tapi bikin sistem konten yang bikin cuan tetap ngalir meski lo burnout."
Itu bukan karena idenya lebih canggih. Tapi karena gue ngisi gap yang belum diisi orang lain.
👉 Cara Sederhana Competitive Gap Analysis:
Cari 3–5 produk digital di niche lo.
Gunakan platform seperti Notion Market, Gumroad, YouTube, Substack.
Lihat siapa yang jualan dan apa value proposition mereka.
Tulis semua angle, fitur, dan janji utama yang mereka tawarkan.
Apa yang mereka tekankan? Apa yang jadi selling point?
Tanya: "Apa yang belum mereka sediakan?"
Bisa jadi:
Belum ada versi khusus untuk pemula.
Belum ada framework praktikal.
Belum ada pendekatan yang relatable.
Belum ada konteks untuk Indonesia.
Bikin statement:
"Mayoritas produk digital di [niche] terlalu fokus ke [X], dan belum ada yang bahas [Y]."
Kalau lo bisa jawab itu → lo udah nemu angle yang bisa lo ambil.
Ingat:
"Di market yang rame, yang menang bukan yang paling lengkap. Tapi yang paling spesifik nutup lubang."
That’s your gap. That’s your product.
4. Inject Your Personality into the Product
"People buy the product, but they stay for the person behind it."
— Austin Kleon, Show Your Work
Di era ChatGPT, Notion template massal, dan 1001 e-book serupa, produk digital makin gampang ditiru.
Yang bikin beda bukan lagi topiknya, tapi siapa yang bikin dan cara dia menyampaikannya.
Makanya: lo harus berani masukin personalitas lo ke dalam produk.
👉 Kenapa Ini Penting?
Karena di tengah produk yang mirip-mirip, yang relatable dan terasa "manusiawi" akan selalu lebih diingat.
Bahkan menurut riset dari Nielsen (2023):
“Brand dengan tone suara yang autentik dan konsisten bisa meningkatkan trust dan repeat engagement lebih tinggi 30% dibanding brand yang terdengar generik.”
Orang gak cuma pengen belajar. Mereka pengen ngerasa kayak lagi ngobrol sama lo. They want to connect.
Dan itu terjadi saat lo berani nunjukin:
Cara berpikir lo,
Gaya komunikasi lo,
Nilai dan preferensi pribadi lo,
Bahkan sense of humor lo.
👉 Contoh Penerapan:
Di Instagram Mastery Course gue:
Gue gak pake stock video ala-ala. Gue syuting pakai HP di ruang kerja sendiri.
Bahasa yang gue pakai: santai, straight to the point, no bullshit.
Gue pakai analogi yang sering gue share juga di konten.
Gue ngobrol seperti sahabat sendiri yang blak-blakan.
Dan itu yang bikin orang bilang:
“Gue ngerasa kayak lagi diajarin temen, bukan dimentorin sama guru/coach — gue emang bukan coach!”
Itu bukan gimmick. Itu intentional. Dan itu yang bikin produk gue lebih susah disaingi.
👉 Actionable Tips:
Gunakan suara lo sendiri.
Tulis copywriting produk pakai gaya bahasa yang biasa lo pakai di konten.
Hindari sounding like a robot.
Pilih format yang nyaman buat lo.
Lo suka nulis? Bikin e-book dengan narasi storytelling.
Lo suka ngomong? Bikin video dengan gaya ngobrol, bukan kayak ngajar di kelas formal.
Masukkan elemen khas lo.
Quotes favorit.
Visual khas lo (handwritten notes, whiteboard?).
Emoji? Kalimat sarkas khas lo — kalo ada.
Jokes lo sendiri.
Kasih konteks personal.
Ceritakan kenapa lo bikin produk ini, dari sudut pandang lo sendiri.
Jadi, bukan cuma "produk buatan lo". Tapi emang lo yang beneran hadir di situ.
“Authenticity scales better than perfection.”
Dan itu yang bikin produk lo susah ditiru, gampang diingat, dan lebih bisa dipercaya.
🚀 Produk Digital Lo Harus Punya Nyawa
Lo udah baca 4 langkah yang bisa ngebantu lo riset dan bangun produk digital yang bukan cuma ikut-ikutan. Tapi beneran punya keunikan dan impact:
Lo mulai dari struggle audiens, dan jawab pakai pengalaman lo sendiri.
Lo fokus ke satu masalah, satu audiens, satu solusi (Rule of One).
Lo cari gap yang belum terisi di market, bukan bikin produk generik.
Lo masukin personality lo biar produk lo bukan cuma bermanfaat, tapi juga hidup.
Sekarang, pertanyaannya:
Udah berapa lama lo nunda bikin produk digital karena mikir ide lo terlalu sederhana, atau udah ada yang bikin duluan?
Gue harap setelah lo baca ini, lo mulai sadar:
“Yang penting bukan jadi yang pertama, tapi yang paling diingat.”
Dan produk yang ngena selalu datang dari proses riset yang dalam + pengalaman yang real + delivery yang personal.
💌 Butuh Bantuan Riset dan Struktur Produk Lo?
Gue bikin The Positioning Kit, buat bantu lo:
Nemuin angle produk digital yang unik & relevan
Ngesharpen value proposition lo
Nentuin positioning biar lo gak bersaing di tempat yang sama dengan ribuan creator lain
Kalau lo serius mau mulai ngebangun produk digital dari 0, dan pengen pake pendekatan yang terarah, lo bisa dapetin templatenya di sini:
👉 Klik buat akses The Positioning Kit →
Atau…
Kalau lo masih bingung dan pengen diskusi dulu, feel free reply email ini atau DM gue langsung di IG @jadipossible.
See you next week.
— Arif @jadipossible