Jangan Keburu Banting harga, Ada Solusi Biar Produk Lo Laku!
Dari pengalaman gue sendiri jual produk yang lebih mahal dari kompetitor — tapi pelanggan malah loyal.
Hari ini gue mau bahas kenapa banting harga itu jebakan buat banyak bisnis.
Kalau lo ngerti logikanya, lo bisa bikin produk yang lebih bernilai, lebih sustainable, dan bikin customer balik lagi meski harga lo lebih tinggi. Sayangnya, kebanyakan orang main di red ocean: ikut-ikutan fitur, copy caption, lalu banting harga sampai margin tipis.
Murah itu bukan solusi. Murah itu race to the bottom.
Gue pernah ngalamin sendiri. Waktu itu alpukat di pasar dijual Rp45k/kg. Gue jual Rp60k/kg. Bukannya ditinggal, malah makin banyak yang loyal. Karena mereka nggak cuma beli buah. Mereka beli rasa tenang: konsistensi creamy, packing rapi, janji “kalau zonk diganti”.
“Price is a story people tell themselves. Dan tugas kita adalah kasih cerita yang bener.”
Kalau lo terus ikut perang harga, margin makin tipis, energi makin habis. Sebaliknya, kalau value lo jelas kebaca, harga lebih tinggi justru bisa diterima. Banyak brand gagal karena sibuk niru fitur, bikin konten generik, copy-paste caption, dan akhirnya cuma bisa saingan di harga.
Orang balik lagi bukan karena harga yang lebih murah, tapi karena mereka ngerasa aman dan puas setiap kali beli.
Jadi pelajarannya simpel: kenali struggle nyata audiens lo, pakai bukti dari pengalaman lo sendiri, dan bungkus semua itu dalam pesan yang sederhana dan gampang diingat.
1. Find the Struggle
Kebanyakan bisnis gagal bukan karena produknya jelek. Masalah utamanya adalah mereka nggak ngerti struggle nyata audiensnya. Produk dibuat dari asumsi sendiri, bukan dari kata-kata orang yang mau beli.
Donald Miller di Building a StoryBrand bilang, “kalau pesan lo bikin orang bingung, mereka nggak akan peduli.” Jadi langkah pertama bukan mikirin fitur canggih atau branding mewah, tapi dengerin dulu apa yang bikin orang sakit kepala.
Ada tiga cara gampang buat nangkep input audiens:
24 jam IG Story. Tiga pertanyaan simpel: hal paling nyebelin dari kategori produk lo, biasanya mereka ngakalinnya gimana, dan kalau bisa request hasil akhirnya harus kayak apa. Jawaban kayak “ribet”, “boros”, atau “nggak konsisten hasilnya” bisa jadi bahan copy paling mahal.
Mini DM interview. Tiga pertanyaan × tiga orang × tiga hari. Cukup tanya bagian paling nyebelin, kapan rasa sebelnya paling tinggi, dan kalau ada solusi ideal, bentuknya harus kayak apa. Kayak kata Austin Kleon di Show Your Work, “don’t be a genius; be a documentarian.” Tugas kita bukan sok paling pinter, tapi dokumentasiin kata-kata mereka apa adanya.
Review mining. Ambil komentar di marketplace atau kompetitor. Cari pola dari keluhan, momen spesifik, dan harapan mereka. Chip & Dan Heath di Made to Stick bilang, “ide bakal nempel kalau simple, konkret, dan relatable.” Nah, kata-kata audiens itu justru paling konkret.
Habis itu, rapihin jadi satu halaman berisi:
Masalah inti,
Cara mereka ngakalinnya sekarang,
Momen paling bikin frustrasi,
Hasil yang mereka pengen.
Dari sini, lo bisa bikin janji simple yang relevan. Contoh kalau kita bicara produk pertanian kayak Manutta Gold M99:
“Gue bantu petani yang sering keluar biaya besar buat pupuk kimia dapet hasil panen lebih sehat & tanah lebih subur dengan biaya lebih ringan. Praktis dipakai, dan kalau nggak sesuai hasilnya, ada garansi penggantian.”
Intinya: stop nebak-nebak. Dengerin struggle audiens, baru bikin janji yang jelas. Karena kayak kata StoryBrand, otak manusia itu tertarik sama kejelasan dan kabur dari kebingungan.
2. Prove with Experience
Kebanyakan brand cuma ngomongin value. Padahal yang bikin orang percaya itu bukti nyata, bukan janji kosong. Prinsipnya simpel: proof beats promise.
Ada beberapa cara untuk nunjukin bukti yang bikin harga premium terasa masuk akal:
Map pengalaman lo jadi sistem. Ambil 3–5 langkah utama dari proses yang bikin produk lo konsisten. Contoh klasiknya adalah Toyota Way: filosofi 14 prinsip manajemen produksi Toyota yang udah terbukti puluhan tahun. Orang percaya karena prosesnya jelas, konsisten, dan bisa direplikasi. Kalau kata Chip & Dan Heath di Made to Stick, sesuatu jadi nempel karena simple dan concrete. Nama sistem bikin orang lebih gampang percaya.
Bangun proof stack. Bukti bisa datang dari tiga lapisan:
Operational: dokumentasi harian (foto produksi, proses QC, detail batch).
Social: testimoni singkat dari pengguna, cerita sebelum-sesudah, atau repost konten pelanggan.
Risk reducer: garansi kecil, misalnya “produk diganti kalau hasil tidak sesuai standar.”
Ubah fitur jadi outcome. Jangan berhenti di bahasa teknis. Misalnya, kalau lo bisnis kopi jangan bilang “pakai biji arabika grade premium,” tapi bilang “rasanya lebih halus dan nggak bikin asam lambung naik.” Atau kalau lo bisnis laundry, jangan bilang “mesin cuci industri kapasitas 20kg,” tapi bilang “pakaian bersih, wangi, dan selesai dalam sehari.” Ini sesuai pesan dari Building a StoryBrand: orang nggak peduli soal detail internal, mereka peduli gimana hidupnya jadi lebih gampang.
Tunjukin konsistensi. Orang mau tahu kalau pengalaman baik hari ini bakal sama dengan besok. Lo bisa bikin ritual seperti update rutin, FAQ mingguan, atau after-care sederhana. Hal-hal kecil ini yang bikin mereka balik lagi.
Austin Kleon di Show Your Work bilang, “jangan sok jenius, cukup tunjukin apa yang lo kerjain tiap hari.” Transparansi sehari-hari bisa jadi bukti paling kuat.
Contoh janji yang lahir dari pengalaman + bukti:
“Bibit yang kami jual dipilih dari pohon indukan sehat, diuji daya tumbuhnya, dan dikemas rapi biar siap tanam. Hasilnya: tumbuh lebih cepat, panen lebih stabil, dan kalau ada yang nggak sesuai, kami ganti.”
“Pupuk organik ini diformulasi dengan fermentasi terkontrol, diuji kandungan nutrisinya, lalu dikemas higienis. Hasilnya: tanah lebih subur, biaya pupuk lebih ringan, dan kalau produk bermasalah, ada garansi penggantian.”
“Setiap alpukat dipetik matang pohon, disortir, dan dikemas aman. Hasilnya: creamy, siap makan, dan kalau zonk, diganti.”
Intinya, stop klaim doang. Mulai buktiin. Karena ketika orang ngeliat bukti kecil setiap hari, harga premium bukan lagi soal mahal, tapi soal rasa aman.
3. Make it Stick
Ngomongin value doang nggak cukup. Orang harus bisa ingat janji lo dengan mudah dan ngerasa itu relevan sama hidup mereka. Chip & Dan Heath di Made to Stick ngenalin framework SUCCESs (Simple, Unexpected, Concrete, Credible, Emotional, Stories). Kita bisa pakai kerangka ini biar pesan produk lo nggak cuma lewat, tapi nempel.
Simple. Satu janji besar yang gampang diulang. Contoh: “Siap makan, diganti kalau zonk.” Nggak ribet, langsung kebaca.
Unexpected. Kasih kejutan kecil biar orang berhenti scroll. Bukan “fresh,” tapi “ready-to-eat 1–2 hari setelah datang.” Pattern break bikin mereka notice.
Concrete. Gunakan angka atau detail yang bisa dirasain. Misalnya: “Grade A 80%, rata-rata 700g/buah.” Orang bisa ngebayangin ukuran dan kualitasnya.
Credible. Sertakan bukti kecil. Bisa berupa batch journal, foto harian, atau garansi jelas. Bukan klaim kosong.
Emotional. Jangan jual fitur, jual rasa. Misalnya: “Besok pagi sarapan tanpa drama.” Orang bisa beli dengan tenang, bukan cuma detil produknya.
Stories. Ceritain pengalaman nyata. Contoh: “Bu Tini udah repeat order tiga kali. Katanya, ‘akhirnya bisa pakai pupuk tanpa takut bikin tanah keras.’” Cerita singkat tapi powerful.
Kalau digabung, hasilnya bisa jadi satu kartu janji (sticky card) sederhana:
Headline: 2 hari Lagi Matang!
Sub: Tinggal makan, nggak pake drama
Disortir harian (grade A/B)
Siap makan 1–2 hari
Kalau zonk, diganti
Catatan: Batch #0922, rata-rata 750g/buah
CTA: DM “CREAMY” buat order
Intinya, bikin janji lo simple, kasih kejutan kecil, pakai angka nyata, tunjukkin bukti, mainin rasa, dan ceritain orang beneran. Clear words beat clever words.
Kalau lo perhatiin, tiga langkah ini nyambung satu sama lain. Lo mulai dengan Find the Struggle supaya tau masalah nyata audiens. Lalu lo tunjukin kalau janji lo bukan isapan jempol lewat Prove with Experience. Terakhir, lo bungkus semua itu biar gampang diingat lewat Make it Stick.
Sederhana, tapi jarang yang mau jalanin. Kebanyakan brand sibuk ikut-ikutan tren, perang harga, atau bikin konten generik. Padahal yang bikin orang balik lagi itu kejelasan value dan rasa aman setiap kali mereka beli.
Jadi pertanyaan pentingnya sekarang: janji apa yang bisa lo bikin hari ini, yang simpel, terbukti, dan gampang diingat? Karena begitu janji itu jelas, produk lo nggak lagi harus jadi yang termurah. Produk lo bisa jadi yang paling berharga.
“Clarity creates trust.” – StoryBrand
Sampai sini dulu untuk edisi kali ini. Gue pengen tau, dari tiga langkah ini, mana yang paling pengen lo coba duluan buat bisnis lo? Balas email ini dan share cerita lo, gue bakal baca satu-satu.
Salam hangat,