Mood Bukan Bahan Bakar Utama Konsistensi
Dari pengalaman gue sendiri, nunggu mood justru bikin pola makin berantakan. Solusinya ada di sistem, bukan suasana hati.
Hari ini gue mau bahas kenapa mood itu jebakan buat banyak orang yang pengen konsisten bikin konten.
Kalau lo ngerti logikanya, lo bakal sadar kalau konsistensi bukan soal semangat sesaat, tapi soal sistem yang bikin lo tetap jalan bahkan pas lagi males. Sayangnya, kebanyakan orang masih percaya mitos: “kalau mood gue bagus, baru bisa bikin karya yang bagus.” Padahal realitanya beda jauh.
Gue pernah ngalamin sendiri. Awal-awal bikin konten, gue selalu nunggu feel yang pas. “Lagi gak mood, ntar aja.” “Hari ini capek, skip dulu.” Hasilnya? Seminggu kosong, makin susah buat balik. Begitu gue pakai sistem sederhana (slot waktu tetap + bank ide), mood berhenti jadi alasan.
“Mood itu kayak cuaca. Datang dan pergi. Tapi konsistensi butuh mesin yang lebih stabil: sistem.”
Singkatnya, konsistensi berdiri di atas tiga hal utama:
Mood selalu naik turun dan gak bisa diandalkan,
Konsistensi tumbuh dari komitmen, bukan dari perasaan sesaat,
Sistem sederhana (jadwal tetap, bank ide, ritual kecil) yang bikin lo tetep produktif walau lagi males.
Kenapa Mood Gak Bisa Diandalkan
Mood itu variabel, gampang berubah. Hari ini bisa cerah, besok bisa hujan. Kalau bahan bakar lo sesuatu yang berubah-ubah, jangan heran kalau mesin lo sering mogok. Itu sebabnya banyak kreator yang produktif sehari, lalu kosong seminggu.
Kalau kita gali lebih dalam, ada alasan psikologis kenapa mood gak bisa diandalkan. Daniel Kahneman di Thinking, Fast and Slow menjelaskan kalau otak manusia suka ambil jalan pintas berdasarkan emosi sesaat. Akibatnya, keputusan penting—termasuk bikin atau enggak bikin konten—sering dipengaruhi suasana hati, bukan tujuan jangka panjang. Inilah yang bikin pola konsistensi bolong-bolong.
“You do not rise to the level of your goals. You fall to the level of your systems.” – James Clear
Kalau lo masih kejebak mitos mood, biasanya tanda-tandanya jelas:
Lo sering bilang, “lagi gak ada feel,” seolah feel itu syarat utama buat mulai.
Lo bikin konten random tanpa pola waktu yang jelas, hasilnya output gak terukur.
Lo rajin sekali-sekali, tapi bolong panjang setelahnya karena nunggu semangat balik.
Setiap poin di atas punya konsekuensi nyata. Misalnya, ketika lo nunggu “feel,” lo kehilangan momentum. Konten yang random bikin audiens bingung dengan positioning lo. Dan rajin sesaat lalu hilang bikin algoritma platform menilai akun lo gak reliable. Ini bukan cuma soal kreator kecil, bahkan brand besar bisa kena efek serupa.
Penelitian dari University College London soal habit formation nyebutin kalau butuh rata-rata 66 hari buat sebuah kebiasaan jadi otomatis. Bayangin kalau lo tiap kali nunggu mood: 66 hari itu gak akan pernah selesai karena bolong di tengah jalan. Di sinilah pentingnya sistem.
Jadi, inti dari bagian ini jelas: mood bisa ngasih dorongan instan, tapi sistemlah yang bikin lo punya pola jangka panjang. Tanpa sistem, produktivitas lo bakal terus kayak roller coaster.
Bukti dari Pengalaman
Bukti paling kuat kalau konsistensi gak bergantung mood bisa lo liat dari proses harian para kreator dan penulis besar. Mereka gak selalu nunggu semangat datang, tapi punya sistem yang bikin kerja tetap jalan.
Ambil contoh James Clear. Penulis Atomic Habits ini selalu menekankan konsep incremental progress. Dia nulis sedikit demi sedikit tiap hari, bukan menunggu inspirasi gede. Itu alasan kenapa bukunya bisa selesai dan jadi best seller global. Kalau dia nunggu mood, mungkin bukunya gak pernah rampung.
Stephen King juga jadi bukti nyata. Dalam memoirnya On Writing, dia bilang targetnya jelas: 2000 kata setiap pagi. Kadang mood bagus, kadang enggak, tapi komitmen pada sistem bikin outputnya stabil. Hasilnya? Puluhan novel yang jadi klasik. Dia sendiri ngaku sering nulis dalam keadaan sakit kepala atau bete, tapi ritual tetap jalan.
“Amateurs sit and wait for inspiration, the rest of us just get up and go to work.” – Stephen King
Austin Kleon di Show Your Work ngingetin: “Don’t be a genius; be a documentarian.” Maksudnya, konsistensi lahir dari kebiasaan mendokumentasikan hal-hal kecil setiap hari. Lo gak perlu mood gede buat mulai. Cukup jalani ritual dan catat apa adanya.
Gue sendiri ngerasain hal yang sama. Awal-awal gue selalu nunggu mood bagus buat nulis. Akhirnya bolong-bolong, seminggu kosong, dan makin susah buat balik. Begitu gue bikin bank ide berisi 20 draft kecil, pola berubah. Setiap kali duduk, gue tinggal pilih satu draft buat dikembangin. Mood berhenti jadi alasan.
Ada juga riset dari Harvard Business Review yang nyebut, orang dengan jadwal rutin cenderung 3x lebih produktif dibanding yang nunggu inspirasi. Ini nunjukkin kalau sistem bukan sekadar teori, tapi punya dasar empiris.
Jadi kalau lo masih mikir konsistensi datang dari mood, lihat aja bukti nyata ini. Para kreator besar gak ngandelin suasana hati. Mereka bikin sistem, dan sistem itulah yang bikin mereka bisa bertahan puluhan tahun di level tinggi.
Praktikal Steps
Bagian ini fokus ke langkah-langkah praktis biar teori tadi bisa lo jalanin sehari-hari. Karena insight tanpa action ujungnya cuma jadi konsumsi doang.
Pertama, ingat kalimat sederhana ini:
“Mood bikin karya sesaat. Sistem bikin karya berkelanjutan.”
Kalau mau mulai membangun sistem, lo bisa breakdown ke tiga hal utama:
Slot waktu tetap. Tentuin jam khusus buat bikin konten, apapun kondisinya. James Clear nyebut ini sebagai implementation intention—bukan cuma niat, tapi janji waktu yang jelas. Misalnya: setiap pagi jam 08.00, 30 menit untuk nulis draft.
Bank ide. Simpen 10–20 draft kecil biar gak pernah mulai dari nol. Austin Kleon di Steal Like an Artist bilang, “selalu bawa kotak ide.” Draft kecil ini bisa dari catatan harian, potongan kalimat, atau hasil ngobrol sama orang. Begitu duduk, lo tinggal pilih salah satu untuk dikembangin.
Ritual kecil. Buat pemicu sederhana biar otak lo tau “sekarang waktunya kerja.” Bisa kopi, musik instrumental, atau jalan 5 menit. BJ Fogg di Tiny Habits nunjukkin, kebiasaan kecil yang ditautkan ke ritual tertentu lebih gampang melekat.
Kalau mau, lo juga bisa tambahin accountability system. Misalnya share progress di grup kecil atau partner konten. Studi dari Dominican University nunjukkin, orang yang punya accountability partner 65% lebih konsisten capai target dibanding yang jalan sendiri.
Chip & Dan Heath di Made to Stick bilang: ide bakal nempel kalau simple, konkret, dan relatable. Formula langkah-langkah ini simple, konkret, dan gampang lo terapkan di rutinitas sehari-hari.
Intinya:
Kalau lo punya sistem, mood cuma bonus. Tapi tanpa sistem, lo bakal terus jadi korban mood.
Sampai sini dulu untuk edisi kali ini.
Gue penasaran: lo lebih sering ngandelin mood atau udah punya sistem sendiri buat jaga konsistensi?
Balas email ini, gue bakal baca satu-satu.
Salam hangat,
Arif @jadipossible
Kalau lo pengen bisa konsisten ngonten buat personal branding atau solobisnis, tiru sistem yang gue pake. Gue udah rangkum lengkap di sini: jadipossible.com/course
💡 Produk Digital Jadipossible:
Panduan Buat yang Lagi Stuck! → gratis, bantu lo keluar dari kebuntuan kreatif dan balik lagi ke jalur produktif. Lihat di katalog
Defining Your Niche Workbook → worksheet step by step yang bikin lo nemuin topik konten jelas, jadi lebih fokus dan gampang dapet audiens yang tepat. Lihat di katalog
Konten Pilar Workbook → bikin arah akun lo lebih terstruktur, jadi followers betah dan makin loyal. Lihat di katalog
Hookup 1M Views Template → 100++ template hook siap pakai yang bisa bikin konten lo lebih menarik dan berpeluang besar viral. Lihat di katalog
The Positioning Kit → mini tool yang bikin lo lebih pede ngejelasin value produk, biar audiens langsung paham dan inget kenapa produk lo beda dan layak dibeli. Lihat di katalog
Cuan Gurih Akun Nano → strategi monetisasi buat akun kecil (<10k followers) biar bisa dapet income konsisten meskipun tanpa harus viral. Lihat di katalog
📍 Semua produk digital gue bisa lo akses langsung di katalog resmi: jadipossible.myr.id