Rajin Posting Tapi Gak Ada yang Nempel? Ini Penyebab Aslinya!
Konten campur aduk = brand gak dipercaya. Di edisi ini gue bantu lo benahin narasi biar audiens akhirnya ngeh: “Lo tuh siapa, bantuin apa.”
Gue sering nemuin kreator atau business owner yang rajin banget posting konten. Bahkan kadang setiap hari. Tapi pas gue liat isi feed-nya… campur aduk.
Hari ini bahas mindset. Besok share behind the scene. Lusa tiba-tiba promosiin e-book. Minggu depan ngasih tips Canva.
Semua topik itu mungkin relevan, tapi masalahnya satu: Gak ada benang merah yang menyatukan semuanya dalam satu positioning yang jelas.
“Konten lo bisa bagus satu per satu. Tapi kalau gak ada narasi yang menyatukan, orang gak tahu sebenernya lo itu siapa dan nawarin apa.”
Ini yang bikin:
Audiens susah percaya lo expert di bidang tertentu
Engagement turun karena topik-topiknya gak membentuk persepsi yang kuat
Orang gak inget lo sebagai “orang yang tepat untuk masalah ini”
Padahal di era atensi kayak sekarang, repetisi + konsistensi positioning = mata uang baru.
"Clarity trumps persuasion. If your message is clear, people won't need to be convinced." — Donald Miller, Building a StoryBrand
Di edisi ini, gue bakal bantu lo bedah:
✅ Kenapa konten lo bisa bikin audiens bingung (dan gak beli),
✅ Gimana nyusun benang merah biar brand lo makin kuat,
✅ Framework simpel biar konten lo punya arah yang nyambung ke bisnis.
Stay tuned. Baca sampai akhir. Karena bisa jadi ini titik balik biar konten lo gak cuma rajin — tapi juga nempel di kepala audiens.
🧩 Kenapa Konten Campur Aduk Bikin Audiens Bingung (dan Gak Beli)
Lo mungkin mikir: “Kan gue pengen keliatan multidimensi, Bang. Gue juga pengen sharing banyak hal.”
Fair. Tapi ingat ini:
“Kalau lo ngomong ke semua orang, gak ada satu pun yang ngerasa diajak ngobrol.”
Yang berbahaya bukan tipe kontennya: mau itu tips, meme, behind the scene, atau carousel edukasi — semua sah-sah aja.
Yang jadi masalah adalah ketika isi konten lo nyasar ke topik-topik yang nggak nyambung sama kebutuhan target audiens utama lo.
Konten lo harus menjawab kebutuhan dan problem spesifik dari audiens yang ingin lo tarik dan bantu. Bukan semua orang.
Contoh real: Ada 2 kreator:
Si A tiap minggu bahas time management buat pekerja 9-5 yang pengen mulai usaha sampingan. Formatnya campur: kadang meme, kadang tips, kadang story pribadi — tapi semua relevan.
Si B tiap hari topiknya random: motivasi umum, desain, kripto, kopi, desain ulang kamar.
Kira-kira, pas gue butuh solusi buat time management sebagai karyawan sibuk, siapa yang gue inget duluan? Pasti si A.
Relevansi > Format. Fokus ke siapa yang lo bantu, bukan cuma bentuk kontennya.
Dan ini penting karena orang nggak follow atau beli dari lo karena lo pinter. Mereka beli karena mereka yakin lo ngerti masalah mereka — dan itu harus muncul berkali-kali lewat konten lo.
Jadi, kalau selama ini konten lo udah rajin tapi gak ada impact:
👉 Bisa jadi bukan karena kualitas kontennya jelek,
👉 Tapi karena orang gak ngerti lo itu siapa dan bantuin apa.
🎯 Tujuan Ngonten: Bukan Viral, Tapi Jadi Top of Mind
Banyak orang ngira tujuan dari ngonten itu buat viral. Atau biar keliatan aktif aja.
Padahal kalau lo serius bangun bisnis dari personal branding, satu tujuan utama dari semua aktivitas konten dan marketing lo adalah ini:
Jadi top of mind di kategori lo.
Kenapa ini penting? Karena dalam riset mental availability oleh Byron Sharp di bukunya How Brands Grow, dijelaskan bahwa:
"The most important job of marketing is to ensure your brand comes to mind easily when people face a buying situation."
Alias, bukan soal siapa yang paling keren, tapi siapa yang paling diinget.
Dan biar bisa diinget, lo harus jelas banget di benak audiens sebagai "orang yang bantu masalah X dengan cara Y".
Contoh:
Lo pengen dikenal sebagai mentor untuk orang yang mau pindah dari karyawan ke solopreneur,
Berarti semua konten lo harus nunjukin pemahaman lo atas pain point mereka, dan solusi yang lo pegang.
Kalau tiap minggu topik lo berubah, brand lo juga goyah. Tapi kalau repetitif dan fokus, brand lo makin nempel.
"People don't buy the best product. They buy the one they remember first." — Rory Sutherland
Jadi mulai sekarang, evaluasi konten lo:
Apakah konten lo ngarahin orang untuk inget lo dalam konteks masalah tertentu?
Atau sekadar posting biar aktif dan masuk algoritma?
🛠️ Framework Biar Konten Lo Konsisten & Relevan
Kalau lo ngerasa konten lo terlalu loncat-loncat, lo bisa mulai dari framework 3 langkah ini:
Definisiin siapa target audiens utama lo. Siapa orang yang paling cocok lo bantu? Pekerja 9-5? Ibu rumah tangga? Kreator pemula?
Identifikasi satu masalah utama mereka. Bukan 5, bukan 10. Tapi satu problem besar yang lo paham banget, dan punya solusi buat itu.
Ulang-ulang narasi dan konten yang nunjukin kalau lo bisa bantu mereka. Bisa lewat tips, studi kasus, behind the scene, storytelling. Format bisa beda, tapi pesannya harus konsisten.
"Specific is memorable. Vague is forgettable." — Ann Handley
🎁 Bonus Buat Lo yang Mau Ngecek Arah Kontennya
Kalau lo ngerasa konten lo selama ini campur aduk, dan belum tahu positioning lo yang kuat itu apa... gue punya worksheet yang bisa bantu:
📘 “Finding Your Niche (fillable)” — sebuah worksheet yang gue desain buat bantu lo:
Ngejawab siapa target lo yang paling mungkin beli,
Nentuin topik utama yang bisa jadi positioning lo,
Merapikan arah konten biar semua nyambung ke produk/jualan lo.
Lo bisa dapetin worksheet ini cuma dengan komentar “NICHE” di salah satu konten gue minggu ini. Nanti tim gue akan kirim link aksesnya ke lo.
Atau kalau mau langsung dapet sekarang juga:
👉 Klik di sini → [LINK DOWNLOAD]
Semoga edisi ini ngebantu lo dapet pencerahan, bukan cuma tentang ngonten — tapi juga soal gimana bikin audiens ngerti lo itu siapa, dan kenapa mereka harus peduli.
See you next Tuesday. 👋