Step-by-Step Sebelum Gue Launching Produk Baru! Gue Bongkar Gratis di Sini!
Sebelum buang duit buat produksi, pastiin market beneran butuh produk lo. Dulu gue rugi ratusan juta, tapi sekarang gue pakai framework ini buat validasi Beevive—dan lo bisa pakai juga!
Salah satu kesalahan terbesar yang sering gue lihat di dunia bisnis (UKM/UMKM) adalah orang terlalu cepat produksi tanpa riset yang cukup.
"Build it, and they will come" is a myth.
Lo bisa punya ide yang menurut lo keren, tapi kalau market nggak butuh, produk lo nggak akan sustain.
Makanya, sebelum mulai produksi Beevive, gue nggak langsung eksekusi. Gue mulai dengan riset dan validasi ide buat memastikan ini bukan cuma ide yang bagus di kepala gue, tapi juga ada market yang benar-benar membutuhkan dan siap bayar.
Kenapa Riset dan Validasi Itu Penting?
Banyak orang bikin produk karena mereka suka produknya sendiri, bukan karena market membutuhkannya. Tanpa validasi yang tepat, ada beberapa risiko besar:
❌ No demand → Produk keren, tapi nggak ada yang beli.
❌ Wrong audience → Iklannya boros, tapi sales kecil.
❌ Can’t scale → Ada demand, tapi margin terlalu kecil atau market-nya terbatas.
Paul Graham dari Y Combinator pernah bilang:
"When startups fail, it's usually because they didn't make something people wanted."
Jadi, tujuan utama riset ini simpel: make something people actually want.
1️⃣ Riset Pangsa Pasar via Internet
Gue nggak pakai tools mahal atau survey yang ribet. Gue mulai dari Google Trends, TikTok, dan marketplace (Shopee/Tokopedia) buat ngecek beberapa hal utama:
📌 1. Tren Motivasi: Apakah Orang Sering Mencari Solusi untuk Energi & Stamina?
📊 Google Trends → Gue cek tren pencarian untuk berbagai kata kunci terkait kelelahan & stamina di Indonesia selama 10 tahun terakhir. Hasilnya?
"Mudah lelah" dan "mudah capek" mengalami lonjakan signifikan sejak 2020.
"Meningkatkan stamina" juga mengalami pertumbuhan, meskipun lebih stabil dibandingkan "mudah lelah."
Lonjakan pencarian ini kemungkinan besar dipicu oleh kesadaran kesehatan yang meningkat pasca-pandemi COVID-19.
💡 Key Insight:
✔ Orang makin sadar bahwa mereka gampang capek & butuh solusi energi alami.
✔ Tren ini masih stabil meskipun sudah melewati puncaknya, menunjukkan bahwa kebutuhan akan energy booster tetap ada.
✔ Beevive bisa memposisikan diri sebagai solusi alami untuk meningkatkan stamina & mengatasi kelelahan.
📌 2. Tren Produk: Apakah Herbal & Jamu Modern Lagi Naik?
📊 Google Trends (Data Sebelumnya) → Gue juga cek tren pencarian untuk "Herbal" vs. "Suplemen" vs. "Jamu."
Minat terhadap "Herbal" paling tinggi dibanding "Suplemen" dan "Jamu."
Tren "Jamu" cukup stabil, dengan lonjakan sekitar 2020-2021 (kemungkinan karena pandemi COVID-19).
"Suplemen" paling rendah pencariannya, artinya orang lebih cenderung cari solusi berbasis herbal dibanding sintetis.
💡 Key Insight:
✔ Market lebih familiar dengan istilah "Herbal" dibanding "Infused Honey" atau "Suplemen."
✔ Lonjakan pencarian selama pandemi menunjukkan bahwa market makin sadar akan manfaat herbal untuk energi alami.
✔ Branding Beevive sebagai "Energy Booster Alami" sangat relevan dengan tren ini.
📌 3. Kompetitor: Siapa yang Udah Main di Market Ini?
Gue lihat beberapa brand yang sudah main di Shopee & Tokopedia dan menganalisis format produk, harga, dan review mereka.
📊 Tabel Perbandingan Kompetitor vs. Beevive
💡 Key Insight:
✔ Kompetitor kebanyakan masih pakai format botol besar yang nggak praktis buat target market yang butuh fleksibilitas.
✔ Beevive bisa menang dengan branding fresh & bold, beda dari brand madu tradisional.
✔ Madu infused dengan jahe, kunyit, dan kayu manis belum banyak dimainkan di market, artinya ada peluang besar.
💡 Bagaimana Beevive Bisa Bersaing?
Diferensiasi Beevive dibanding kompetitor:
✅ Lebih premium dari Uray, tapi lebih affordable dibanding madu manuka.
✅ Lebih praktis dibanding madu premium dalam botol besar.
✅ Lebih fokus ke energi & stamina dibanding madu biasa.
✅ Branding lebih fresh & modern dibanding madu tradisional.
📌 4. Demand di Marketplace: Apakah Orang Benar-benar Beli Produk Ini?
📊 Shopee & Tokopedia Sales Data (Ringkas)
Salah satu cara tercepat buat melihat apakah sebuah produk punya demand tinggi adalah dengan menganalisis jumlah review dan estimasi penjualan di marketplace. Gue melakukan riset ini untuk melihat apakah produk madu premium benar-benar laku di pasaran, khususnya untuk kategori infused honey & herbal premium.
🔍 Studi Kasus: Comvita Manuka Honey
Comvita Manuka Honey adalah salah satu brand madu premium yang harganya mulai dari Rp 500.000 hingga Rp 1.600.000 per botol. Ini jelas bukan produk murah. Tapi, apakah ada yang beli?
Jumlah review produk ini mencapai 3.500+ di berbagai platform (Shopee, Tokopedia, Blibli, Lazada).
Marketplace biasanya hanya menampilkan jumlah review, bukan total checkout.
Hanya sekitar 1-10% pembeli yang meninggalkan review, artinya jumlah unit terjual bisa 10-50x lipat lebih banyak.
Estimasi kasar: Jika ada 3.500 review, kemungkinan total penjualannya bisa mencapai puluhan ribu unit.
💡 Key Insight:
✅ Produk dengan harga mahal pun tetap punya demand tinggi, asalkan punya value & positioning yang jelas.
✅ Market di Indonesia sudah terbiasa membeli madu premium, terutama yang punya klaim kesehatan kuat.
✅ Artinya, ada peluang besar buat Beevive untuk masuk ke kategori premium dengan positioning yang tepat.
Dengan data ini, bisa disimpulkan kalau orang-orang memang rela bayar lebih untuk madu berkualitas tinggi. Ini validasi kuat bahwa Beevive, sebagai herbal energy booster premium, juga punya market yang bisa dijangkau. 🚀
🎯 Kesimpulan dari Riset Ini
✔ Market herbal & jamu modern sedang naik, artinya market semakin siap menerima produk seperti Beevive.
✔ Lonjakan pencarian tentang kelelahan & stamina menunjukkan bahwa banyak orang mencari solusi untuk energi alami.
✔ Beevive bisa masuk sebagai "Herbal Energy Booster" untuk membantu orang tetap bertenaga tanpa kafein.
✔ Kompetitor masih banyak bermain di format botol besar, sehingga Beevive bisa unggul dengan packaging lebih praktis.
2️⃣ Riset Behaviour Target Market Pakai ChatGPT
Setelah memahami bahwa demand untuk produk herbal premium memang ada, langkah selanjutnya adalah memahami lebih dalam siapa sebenarnya target market Beevive.
Gue nggak cuma melihat demografi seperti usia & pekerjaan, tapi juga cara mereka berpikir, kebiasaan belanja, dan faktor psikologis yang mempengaruhi keputusan pembelian.
Di sini, gue pakai Customer Persona Deep-Dive Prompting, metode yang bikin AI berpikir layaknya target customer lo—bukan sekadar kasih jawaban generik.
📌 Step 1: Menentukan Persona Secara Detail
Gue pecah dulu karakteristik target market berdasarkan framework ini:
🔹 Demografi → Usia, pekerjaan, lokasi, penghasilan, status sosial.
🔹 Psikografi → Nilai, kepercayaan, gaya hidup, mimpi, ketakutan.
🔹 Behavior → Kebiasaan konsumsi konten, pola belanja, platform favorit.
🔹 Pain Points & Aspirasi → Masalah utama mereka & apa yang mereka inginkan.
Karena Beevive adalah herbal energy booster premium, target market utama yang paling potensial adalah:
1️⃣ Athletic & Active People (25-40 tahun) → Mereka butuh natural energy boosters buat performa optimal tanpa efek samping dari kafein atau suplemen sintetis.
2️⃣ Busy Professionals (25-40 tahun) → Pekerja kantoran, entrepreneur, atau orang dengan jadwal padat yang butuh energi tambahan untuk produktivitas sehari-hari.
3️⃣ Health-Conscious Millennials (25-35 tahun) → Orang yang mulai sadar pentingnya kesehatan dan lebih memilih produk alami dibanding yang berbasis kimia atau buatan.
💡 Kenapa segmen ini?
✅ Mereka sadar akan kesehatan dan mau bayar lebih untuk produk premium.
✅ Mereka mencari alternatif energy booster alami tanpa efek samping.
✅ Mereka aktif di media sosial dan sering mencari rekomendasi produk kesehatan.
📌 Step 2: Memperdalam Insight dengan Prompt yang Tajam
Gue nggak sekadar tanya "Siapa target market Beevive?" ke ChatGPT. Gue refine prompt-nya lebih spesifik supaya AI bisa menjawab dengan konteks yang lebih tajam:
🛍️ Memahami Keputusan Pembelian
💬 Prompt:
"Sekarang kamu adalah pekerja kantoran 9-5 di Jakarta, usia 30 tahun, yang ingin hidup lebih sehat tapi nggak punya waktu untuk prepare makanan sehat setiap hari. Bisa jelaskan bagaimana kamu memilih produk kesehatan seperti herbal energy booster? Faktor apa yang paling berpengaruh dalam keputusan pembelianmu?"
🔎 Insight yang gue dapatkan:
✔ Kemasan praktis & ready-to-drink lebih menarik buat mereka dibanding botol besar yang ribet.
✔ Mereka lebih percaya produk yang sudah ada review dari komunitas atau influencer kecil yang relatable.
✔ Harga masih jadi faktor utama, tapi kalau ada added value (rasa lebih enak, kemasan praktis, brand storytelling yang engaging), mereka lebih mungkin membeli.
📢 Memahami Respon terhadap Iklan
💬 Prompt:
"Kamu melihat iklan madu infused yang diklaim bisa meningkatkan energi tanpa gula tambahan. Apa reaksi pertama kamu? Apa yang akan membuat kamu percaya atau ragu terhadap klaim ini?"
🔎 Insight yang gue dapatkan:
✔ Mereka skeptis terhadap klaim kesehatan yang berlebihan, terutama kalau tanpa bukti atau testimoni nyata.
✔ Packaging yang clean & modern lebih meyakinkan dibanding yang terlihat terlalu tradisional.
✔ Transparansi bahan baku & proses produksi penting → mereka lebih suka produk yang jelas sumber dan komposisinya.
🔎 Memahami Perilaku di Media Sosial
💬 Prompt:
"Bagaimana cara kamu mencari informasi tentang herbal energy booster? Apakah kamu lebih percaya review di Instagram/TikTok atau artikel di website?"
🔎 Insight yang gue dapatkan:
✔ TikTok & Instagram adalah platform utama untuk mencari rekomendasi produk kesehatan.
✔ Video review lebih dipercaya dibanding iklan statis.
✔ Orang lebih engaged dengan brand yang punya storytelling kuat di media sosial.
📌 Step 3: Menggunakan Insight Ini untuk Strategi Beevive
Dari hasil riset ini, ada beberapa strategi yang langsung gue terapkan:
1️⃣ Kemasan tube & botol jadi pilihan utama → Karena stick-pack masih butuh anggaran besar, pilihan kemasan ini tetap memenuhi kebutuhan praktis & fleksibel buat daily use.
2️⃣ Campaign edukatif lebih efektif dibanding klaim bombastis → Fokus ke storytelling & value daripada sekadar promosi.
3️⃣ TikTok & Instagram jadi prioritas marketing → Karena target market utama banyak riset produk di sana.
4️⃣ Testimoni & user-generated content bakal lebih powerful dibanding sekadar iklan berbayar.
Seperti kata Seth Godin:
“Don’t find customers for your product, find products for your customers.”
📌 Key Takeaways dari Riset Ini
✅ Riset market bukan sekadar tahu ada demand, tapi juga memahami pola pikir customer.
✅ Prompt yang tajam ke ChatGPT bisa kasih insight lebih mendalam daripada sekadar tanya generik.
✅ Produk yang sukses bukan cuma yang bagus, tapi yang benar-benar menjawab pain points customer.
✅ Platform marketing yang tepat bisa menentukan seberapa efektif produk diterima di market.
3️⃣ Validasi Rasa & Taste Produk
Dalam dunia F&B, a great product isn’t just an idea, it’s an experience. Produk yang enak aja nggak cukup—harus ada experience yang bikin orang pengen repeat order.
Dari riset behaviour, gue tahu bahwa:
Customer lebih suka sesuatu yang fresh & nggak terlalu manis → Jadi, madu infused Beevive harus punya rasa yang balance.
Praktis adalah kunci → Konsistensi madu nggak boleh terlalu cair (kayak sirup) atau terlalu kental (susah dikonsumsi langsung).
Visual & tekstur juga ngaruh ke persepsi rasa → Orang lebih percaya produk yang keliatan "natural" dibanding yang terlalu diproses.
Berdasarkan itu, gue mulai dengan iterative testing:
✅ Eksperimen Rasa – Gue coba berbagai kombinasi jahe, kunyit, dan kayu manis untuk mendapatkan komposisi yang pas:
Jahe → Memberikan efek hangat & sedikit pedas.
Kunyit → Memberikan manfaat anti-inflamasi & warna kuning alami.
Kayu Manis → Memberikan aroma khas & sedikit rasa manis alami.
Hasilnya, gue menemukan bahwa proporsi ketiga bahan ini sangat menentukan balance rasa. Kalau terlalu banyak jahe, rasanya jadi terlalu pedas. Kalau kunyitnya kebanyakan, aftertaste-nya terlalu kuat. Kalau kayu manisnya kurang, aroma dan sensasi warm-nya jadi hilang.
✅ Sampling ke Early Testers – Gue kasih produk ke teman, keluarga, dan beberapa followers di komunitas yang sesuai dengan target market.
✅ Structured Feedback Loop – Gue kasih formulir simpel berisi pertanyaan ini:
How does it taste? (Too spicy? Too bitter? Just right?)
How’s the texture? (Too thick? Too runny?)
Would you buy this if it were available? Why or why not?
What’s your ideal way of consuming this? (Langsung? Dicampur makanan/minuman?)
💡 Key Insights:
✔ Favorit market → Madu infused jahe, kunyit, dan kayu manis dengan komposisi yang seimbang.
✔ Tekstur harus smooth. Kalau terlalu kental, susah dikonsumsi langsung. Kalau terlalu cair, kehilangan kesan "madu".
✔ People prefer stick-pack over jars. Lebih praktis buat dibawa & dikonsumsi kapan aja.
🚀 Final Decision: Gue refine formulanya dengan balance antara hangatnya jahe, manfaat kunyit, dan aroma khas kayu manis.
4️⃣ Riset Kemasan & Penyajian
Setelah tahu rasa yang paling disukai, sekarang tinggal menentukan bagaimana produk ini dikemas & disajikan.
Sebelumnya, gue sempat mempertimbangkan stick-pack sebagai opsi utama, karena hasil riset menunjukkan bahwa:
✔ Praktis & mudah dibawa – Target market suka sesuatu yang bisa dikonsumsi on-the-go.
✔ Dosis sekali konsumsi lebih jelas – Orang nggak perlu repot menuang dan mengira-ngira takaran.
✔ Hygienic & no-mess – Nggak bikin lengket seperti botol besar.
Tapi di dunia bisnis, keputusan nggak cuma berdasarkan ideal market fit, tapi juga faktor produksi, efisiensi biaya, dan strategi bertahap.
Kenapa Pilihan Kemasan Awal Beevive adalah Botol & Tube?
Dari hasil riset market dan diskusi dengan potential customers, gue menemukan bahwa banyak dari mereka juga mencari fleksibilitas dalam penggunaan.
✔ Botol (250ml) cocok untuk konsumsi di rumah → Bisa dipakai buat campuran makanan/minuman harian.
✔ Tube (30ml) memberikan opsi yang lebih portable → Bisa dibawa ke kantor, gym, atau perjalanan tanpa perlu bawa botol besar.
Keputusan ini juga mempertimbangkan biaya produksi:
🔹 Stick-pack butuh anggaran lebih besar untuk produksi awal, terutama dari sisi mesin pengemasan dan MOQ (Minimum Order Quantity).
🔹 Botol & tube lebih feasible untuk batch pertama sambil tetap memberikan fleksibilitas bagi customer.
Seperti kata Reid Hoffman (founder LinkedIn):
"If you are not embarrassed by the first version of your product, you’ve launched too late."
Gue sadar bahwa packaging ini bukan final form Beevive. Tapi ini adalah langkah pertama yang paling strategis untuk masuk ke market tanpa harus menunggu sempurna.
2️⃣ Customer Feedback on Packaging
Sebelum fix pilihan botol dan tube, gue tetap melakukan validasi dengan menanyakan beberapa hal ke target market:
1️⃣ Would you prefer a bottle, a tube, or single-use sticks? Why?
2️⃣ What’s the biggest problem you face with honey packaging today?
3️⃣ How important is portability vs. product quantity?
💡 Key Takeaways:
✔ People love options → Ada yang suka botol untuk konsumsi di rumah, tapi ada juga yang cari versi lebih kecil buat dibawa.
✔ Hygiene is a big factor → Mereka nggak suka kemasan yang bikin madu lengket di tangan atau sulit dituang.
✔ Simplicity + portability matters → Tube lebih diterima sebagai opsi awal karena tetap praktis tanpa harus investasi besar di stick-pack dulu.
🚀 Final Decision:
🔹 Beevive diluncurkan dalam dua format: Botol (250ml) & Tube (30ml).
🔹 Packaging tetap colorful & bold untuk mencerminkan identitas brand yang fresh & energik.
🔹 Stick-pack tetap jadi goal ke depan, tapi bukan prioritas di batch pertama.
What Did I Learn?
🔹 Jangan nunggu sempurna buat launching! Idealnya gue mau langsung pakai stick-pack, tapi validasi market & keterbatasan produksi bilang lain. Start with what’s feasible, refine along the way.
🔹 Riset market bukan cuma soal demand, tapi juga preferensi & behaviour. Orang bukan cuma butuh produk sehat, tapi juga fleksibilitas dalam konsumsi. Itulah kenapa botol & tube jadi pilihan awal yang lebih masuk akal.
🔹 Leverage AI & internet buat riset lebih cepat & presisi. ChatGPT, Google, marketplace, bahkan social listening bisa kasih insight berharga yang langsung bisa diterapkan.
🔹 Product experience matters. Bukan cuma soal rasa, tapi juga tekstur, kemudahan konsumsi, dan bagaimana produk ini menyatu dengan kebiasaan pengguna.
🔹 Packaging adalah bagian dari brand storytelling. "Fresh Inside, Bold Outside" bukan cuma slogan, tapi filosofi yang harus tercermin di desain dan format produk Beevive.
What’s Next?
Setelah validasi ini, gue lanjut ke tahap produksi & branding Beevive.
Nama Beevive pun masih draft. Kebetulan ada salah satu followers yang komentar, Beevive sulit diucapkan. Sederhana tapi cukup membuat gue jadi kepikiran. Kalau kalian punya ide nama merek yang pas dengan Beevive, boleh balas email ini ya! Sumbangsih ide teman-teman sangat gue butuhkan.
Di email berikutnya, gue bakal share tentang update-update bisnis gue, social media marketing, content creation, etc.
Stay tuned.
Kalau lo juga lagi ngerjain produk sendiri, reply email ini atau mention gue di Twitter. Gue selalu terbuka buat diskusi & belajar bareng!
—