Why Content > How-To Content: Game Changer di 2025
Saat konten kreator baru rajin-rajinnya bikin konten "How-To", audiens malah migrasi ke tren baru.....
Hari ini, gue mau kasih tahu kenapa konten “how-to” makin susah dapet engagement dan apa yang harus lo lakuin biar konten lo tetap relevan dan impactful.
Di era AI, Google, dan YouTube, informasi ada di mana-mana. Lo butuh tutorial? Lo tinggal cari. Lo pengen tau cara bikin bisnis? Udah ada ratusan panduan gratis. Masalahnya bukan lagi soal akses ke informasi, tapi soal apakah orang peduli sama informasi yang lo kasih.
Banyak kreator masih berpikir kalau mereka kasih tutorial terbaik, audiens bakal stay dan engage. Big mistake.
Kenyataannya? Konten edukasi itu transactional. Orang baca, ambil apa yang mereka butuh, terus cabut. Mereka gak inget siapa yang kasih info itu. Gak ada koneksi. Gak ada trust. Dan tanpa trust, konten lo gak punya nilai lebih dibanding hasil pencarian di Google.
"People don’t engage with facts. They engage with stories and emotions." – Harvard Business Review, 2023
A. Mindset Shift: Dari "How-To" ke "Why" Content
Banyak kreator masih keukeuh pake pola lama: bikin tutorial panjang lebar, kasih langkah-langkah rinci, berharap orang bakal stay. Big mistake.
Masalahnya, konten kayak gini cuma nyelesain problem sesaat. Orang baca, dapet solusinya, cabut. Mereka gak inget siapa yang kasih info itu. Nggak ada connection. Nggak ada trust. Padahal, di dunia konten, trust = mata uang. Kalau lo gak bisa bikin orang inget sama lo, lo bakal susah bertahan.
1. Why "Why Content" Works (Backed by Data)
Menurut Harvard Business Review (2023), konten yang menggugah emosi dan merangsang pemikiran ulang memiliki 3x engagement lebih tinggi dibanding konten instruksional. Ini terjadi karena otak manusia lebih merespons narasi yang memicu refleksi dibanding instruksi yang bersifat mekanis.
Hal ini juga didukung oleh riset dari BuzzSumo (2022) yang menemukan bahwa konten berbasis emosi seperti rasa penasaran, kontroversi, dan inspirasi memiliki tingkat shareability 2,5x lebih tinggi dibanding tutorial biasa. Artinya? Kalau lo mau konten lo nyebar luas, bukan step-by-step yang lo butuh, tapi konten yang bikin orang mikir.
"People don’t share facts, they share feelings." – Jonah Berger, Contagious: Why Things Catch On
2. Contoh Nyata: Kreator yang Berhasil Pakai Strategi Ini
Banyak kreator besar yang udah ninggalin strategi "how-to" dan beralih ke konten yang mengubah cara berpikir audiensnya.
🔥 Minoolee → Nggak sekadar ngajarin "cara bikin video yang viral," tapi justru bikin orang sadar kenapa mereka gagal dapetin views selama ini.
🔥 Alex Hormozi → Jarang banget kasih tutorial teknis. Dia lebih sering ngomongin kenapa bisnis gagal, kenapa audiens gak peduli, atau mindset pengusaha sukses.
🔥 Justin Welsh & Dan Koe → Alih-alih ngajarin "cara bikin personal brand," mereka lebih sering ngomongin kenapa orang gak butuh banyak followers buat cuan, kenapa lo harus konsisten, atau kenapa banyak kreator gagal.
Intinya, mereka membangun positioning sebagai pemikir, bukan sekadar pengajar. Dan hasilnya? Audiens lebih engaged, lebih inget, dan lebih percaya.
3. The Trust Factor: Kenapa Ini Penting?
Menurut Edelman Trust Barometer (2023), orang lebih percaya pada individu yang bisa membangun narasi personal dibanding sekadar 'expert teknis'.
Tutorial itu transactional. Lo kasih langkah-langkah, orang terima, selesai.
Mindset-shifting content itu relational. Lo bikin audiens berpikir ulang, dan mereka bakal lebih deket sama lo.
"Trust isn’t built on knowledge alone. It’s built on connection and shared beliefs." – Edelman Trust Report 2023
B. Contoh Nyata Perubahan Tren Konten: Why Content is Winning
Sekarang, konten yang benar-benar laku bukan cuma yang ngajarin "cara melakukan sesuatu" tapi yang bisa bikin audiens berhenti scroll dan berpikir ulang.
Di era informasi yang berlimpah, audiens gak kekurangan tutorial atau how-to guides. Mereka bisa cari solusi teknis kapan aja. Yang mereka butuhin bukan sekadar jawaban, tapi pemahaman baru yang bikin mereka merasa relate dan engaged.
1. Perbandingan Format Lama vs. Format Baru yang Lebih Efektif
🚫 Dulu: "Cara Meningkatkan Engagement Instagram"
✅ Sekarang: "Kenapa Engagement Instagram Lo Gak Naik, dan Apa yang Sebenarnya Salah"
🚫 Dulu: "3 Langkah Memulai Personal Branding"
✅ Sekarang: "Kenapa Kebanyakan Personal Branding Gagal Total"
🚫 Dulu: "How to Make Money Online"
✅ Sekarang: "Why You're Still Broke Despite Posting Every Day"
Kenapa format baru ini lebih efektif? Karena emosi lebih kuat dari logika. Kalau lo bisa bikin audiens merasa relate dengan masalah mereka, mereka bakal lebih engaged, lebih inget, dan lebih percaya sama lo sebagai kreator.
Menurut Harvard Business Review (2023), konten yang merangsang refleksi memiliki 3x engagement lebih tinggi dibandingkan konten yang sekadar mengajarkan langkah-langkah teknis. Orang gak cuma mau tahu "bagaimana," tapi juga "kenapa" ini penting buat mereka.
2. Kenapa "Why Content" Lebih Powerful?
Menurut riset dari Edelman Trust Barometer (2023), orang lebih percaya pada kreator yang bisa membangun narasi personal dibanding sekadar 'expert teknis'. Artinya, audiens lebih engage dengan konten yang membangun connection daripada yang sekadar informatif.
Laporan dari Think With Google (2022) juga menunjukkan bahwa konten yang memicu refleksi dan introspeksi mendapatkan watch time 2x lebih lama dibanding tutorial biasa. Kalau lo mau audiens lo stay lebih lama dan engage lebih dalam, kasih mereka insight yang bikin mereka berpikir ulang.
"People don’t just want answers. They want reasons to believe." – Think With Google, 2022
3. Bagaimana Cara Menerapkan Ini di Konten Lo?
Kalau lo masih sering bikin konten how-to, coba shift cara penyampaian lo ke pendekatan yang lebih mindset-driven. Berikut beberapa strategi yang bisa lo pake:
1️⃣ Mulai dengan Pertanyaan atau Statement yang Menggugah Rasa Ingin Tahu
❌ Dulu: "Cara Bikin Konten yang Viral"
✅ Sekarang: "Kenapa Konten Lo Gak Pernah Viral? Ini 3 Kesalahannya."
2️⃣ Beri Audiens Alasan Kenapa Mereka Harus Peduli
❌ Dulu: "3 Cara Meningkatkan Engagement"
✅ Sekarang: "Kenapa Engagement Lo Anjlok? Jawabannya Ada di Sini."
3️⃣ Tambahkan Bukti atau Pengalaman Nyata yang Bisa Bikin Mereka Relate
Bisa dari kisah lo sendiri atau case study dari kreator lain yang udah berhasil.
Contoh: "Gue dulu juga struggle di personal branding, sampai akhirnya gue sadar satu kesalahan fatal yang gue lakuin selama ini."
4️⃣ Tutup dengan Ajakan yang Bikin Audiens Engage
Ajak mereka untuk share pendapat mereka di komentar atau reply ke email lo.
Contoh CTA: "Lo pernah ngalamin hal yang sama? Reply dengan 'WHY' dan gue kirimkan contoh lainnya."
Kesimpulan: If You Want to Win, Shift Your Content
Kalau lo masih stuck di engagement yang rendah, ini saatnya beralih dari "how-to" ke "why" content.
✅ Stop sekadar kasih tutorial.
✅ Mulai challenge mindset audiens lo.
✅ Bikin mereka mikir ulang, bukan sekadar ngerti caranya.
Coba sekarang. Lihat gimana respons audiens lo berubah. 🚀
Sahabat Lo,
🚀 Gabung VIP Membership Jadipossible & Scale Up Bisnis Lo!
Lo udah belajar tentang tren konten dan strategi yang bisa bikin lo grow lebih cepat. Tapi belajar doang gak cukup—lo butuh eksekusi dengan strategi yang terbukti berhasil.
Di VIP Membership Jadipossible Community, lo bakal dapet:
✅ >8 jam modul pembelajaran berbasis praktik yang langsung bisa diterapin.
✅ Template script, hook-up, dan strategi konten biar lo gak bingung mulai dari mana.
✅ Live session mingguan & mentoring langsung buat ngebantu lo grow lebih cepat.
✅ Kolaborasi bareng content creator lain buat naikin exposure.
✅ Workbook & tools eksklusif biar lo gak stuck di teori doang.
✅ Diskusi komunitas 24/7 + akses ke dropshipping program buat tambahan income.
✅ Daily Call & Bedah Akun khusus buat yang ambil paket tahunan.
✅ 1x Live Meeting/Tahun buat networking langsung!
🔥 Bangun bisnis lo dengan support yang tepat. Gak perlu trial & error sendirian. Join sekarang!
➡ Gabung di sini → jadipossible.com/belajar-membangun-bisnis-online 🚀
WTef, kenapa gue tulis judul 2024????? 😅