Stuck Ngonten? Lo Lagi di ‘The Dip’ atau Emang Harus Berhenti?
Kalau lo belum bikin 100 postingan, lo belum punya hak buat ngeluh.
Di dunia digital, orang sering buru-buru nyimpulin kalau mereka "gak berbakat" atau "kontennya jelek" padahal belum ngasih usaha yang cukup. Lo gak bisa berharap dapet peluang kalau baru coba sebentar terus nyerah.
Masalahnya, kebanyakan orang pengen hasil instan. Mereka lihat orang lain sukses, tapi gak lihat berapa banyak konten yang udah mereka buat sebelum akhirnya dapet traction.
The Dip adalah fase yang memisahkan mereka yang serius dari yang cuma coba-coba.

Banyak yang berhenti karena ngerasa stuck. Padahal, kalau lo bertahan di titik ini, peluang bakal mulai berdatangan: kolaborasi bisnis, revenue tambahan, sampai diundang jadi speaker. Gue ngalamin ini sendiri.
Kalau lo lagi di posisi ini, ada tiga hal yang harus lo lakuin:
Bikin 100 postingan dulu, baru komentar. Jangan nilai sebelum cukup usaha.
Dokumentasikan perjalanan, bukan cuma hasil akhir. Orang lebih relate ke proses lo.
Engagement itu bonus, fokus di value. Semakin lo bantu orang, semakin mereka percaya.
Penjabarannya dari masing-masing poin yang bisa lo praktikkan adalah sebagai berikut:
1/ Bikin 100 postingan dulu, baru komentar.
Banyak orang bilang mereka udah coba ngonten, tapi pas dicek, total postingannya masih di bawah 30. Terus mereka bilang, “kok gak ada hasilnya ya?” Bro, itu sama aja kaya buka warung makan, baru jalan sebulan, terus heran kenapa pelanggan masih sepi.
Momentum itu gak bisa dibangun dalam semalam. Lo gak bisa berekspektasi konten pertama lo langsung viral atau langsung dapet klien. Orang butuh lihat lo berulang kali sebelum mereka mulai aware, percaya, dan akhirnya engage.
Menurut riset dari Dr. Jeffrey Hall, profesor komunikasi di University of Kansas, diperlukan sekitar 50 jam interaksi untuk mengubah seseorang dari kenalan menjadi teman biasa, dan 200 jam untuk menjadi teman dekat. Konsep ini juga berlaku dalam personal branding—semakin sering orang melihat konten lo, semakin mereka merasa kenal sama lo, dan semakin besar kemungkinan mereka engage atau bahkan beli dari lo.
Seth Godin dalam bukunya The Practice juga bilang:
“Jika Anda ingin dikenal karena karya Anda, jangan menunggu momen sempurna. Teruslah menciptakan, lagi dan lagi, sampai orang lain tidak bisa mengabaikan Anda.”
Gue sendiri baru mulai dapet peluang pertama setelah ratusan postingan. Dari situ, mulai ada brand yang ngeh sama gue, mulai ada orang yang ngajak kolaborasi, mulai ada event yang ngajak gue jadi pembicara. Semua itu gak bakal kejadian kalau gue berhenti di postingan ke-10 atau ke-20 cuma karena engagement-nya rendah.
Tapi bikin 100 postingan itu bukan berarti lo sekadar spam konten asal jadi. Kualitas tetap penting, tapi frekuensi juga gak kalah penting. Lo gak bisa improve sesuatu yang jarang lo lakuin.
James Clear dalam Atomic Habits bilang:
“You do not rise to the level of your goals. You fall to the level of your systems.”
Artinya, kalau lo mau sukses di personal branding, jangan cuma fokus ke "gue pengen dikenal", tapi fokus ke sistem yang bikin lo terus muncul dan berkembang. Lo harus bikin sistem terbaik buat lo yang akhirnya membuat lo bisa bikin konten secara konsisten, minimal 100 postingan sebelum lo menilai apa yang berhasil dan apa yang enggak – kapan-kapan gue bahas ini.
Jadi, kalau lo masih di fase awal dan ngerasa stuck, jangan buru-buru ambil kesimpulan. Mungkin lo bukan gagal, lo cuma belum cukup lama main di game ini.
2/ Dokumentasikan perjalanan, bukan cuma hasil akhir.
Banyak orang salah paham tentang personal branding. Mereka mikir harus sukses dulu baru bisa mulai sharing. Padahal, yang bikin orang engage sama lo bukan pencapaian akhir lo, tapi perjalanan lo menuju ke sana.
Kenapa ini penting? Karena orang lebih relate ke proses daripada hasil. Kalau lo cuma nunjukin pencapaian doang, lo bakal kelihatan kayak highlight reel yang jauh dari jangkauan audiens lo. Tapi kalau lo dokumentasikan perjalanan lo—struggles, progress, keputusan yang lo ambil—orang akan lebih terkoneksi dengan lo.
Gary Vaynerchuk, dalam bukunya Crush It!, bilang:
"Don't create. Document."
Maksudnya? Jangan sibuk bikin konten yang terlihat sempurna. Sebaliknya, bagikan perjalanan lo apa adanya. Orang gak butuh lihat lo sempurna, mereka butuh lihat bagaimana lo berkembang.
Contohnya? Coba lihat para kreator besar di YouTube, Twitter, atau Instagram. Banyak dari mereka bukan tiba-tiba sukses. Mereka tumbuh karena mereka membagikan perjalanan mereka dari nol. Salah satu contoh terbaik adalah Ali Abdaal, seorang dokter yang awalnya hanya berbagi tips belajar di YouTube. Sekarang? Dia bukan cuma YouTuber besar, tapi juga punya bisnis multi-juta dolar.
Gue juga ngalamin sendiri. Dulu, gue cuma mulai share insight soal perjalanan bisnis dan personal branding gue tanpa mikirin harus terlihat sukses dulu. Lama-lama, karena orang ngikutin prosesnya, mereka mulai engage, mulai percaya, dan akhirnya mulai ngajak kolaborasi.
Ada satu riset menarik dari Edelman Trust Barometer yang nunjukin bahwa 81% orang lebih percaya individu yang transparan dan otentik dibandingkan dengan brand atau figur yang terlalu 'sempurna'. Ini bukti kalau dokumentasi perjalanan jauh lebih kuat dibandingkan cuma pamer hasil.
Yang gue lakukan di Instagram juga sama. Gue mendokumentasikan perjalanan gue dalam meraih pendapatan 100 juta per bulan gue dari ngonten.
Jadi kalau lo masih ragu buat mulai karena "belum sukses", buang mindset itu jauh-jauh. Mulai dokumentasikan sekarang. Orang bakal lebih respect ke lo karena mereka ikut ngeliat perjalanan lo, bukan cuma hasil akhirnya.
3/ Engagement itu bonus, fokus di value.
Kalau lo bikin konten cuma buat ngejar like dan komen, lo bakal cepat frustrasi. Kenapa? Karena di awal, gak ada yang peduli. Dan itu wajar.
Banyak orang terlalu terobsesi sama angka—berapa like yang mereka dapet, berapa followers yang nambah, atau seberapa rame kolom komentar mereka. Padahal, yang lebih penting bukan seberapa banyak orang yang ngasih like, tapi seberapa dalam dampak konten lo ke orang yang tepat.
Naval Ravikant pernah bilang:
“Play long-term games with long-term people.”
Artinya, lo gak butuh audiens yang sekadar kasih engagement sekali-dua kali. Lo butuh orang-orang yang beneran ngikutin lo, percaya sama lo, dan suatu hari nanti bisa jadi klien, kolaborator, atau bahkan investor lo.
Lihat aja akun-akun besar yang punya komunitas loyal. Mereka gak selalu viral, tapi mereka tetap bisa menghasilkan impact dan revenue karena orang percaya sama mereka. Kenapa? Karena mereka fokus kasih value, bukan sekadar bikin konten yang "disukai".
Sebagai contoh, Alex Hormozi (pengusaha & kreator) pernah cerita bahwa saat dia mulai bikin konten, engagement-nya kecil banget. Tapi dia tetap ngepost karena tahu, satu orang yang tepat jauh lebih berharga daripada seribu orang yang cuma sekadar nge-like. Sekarang? Kontennya gak cuma rame, tapi juga jadi mesin yang ngehasilin jutaan dolar dari bisnisnya.
Lo lihat sendiri engagement dan views konten gue gak selalu rame. Ada yang jutaan tapi konten reels gue terakhir masih 845 views doang. Gue pun juga sama. Kalo fokusnya cuma ke engagement doang, gue bakal cepat nyerah. Itu kenapa gue fokus ke giving more values aja.
Jadi, gimana cara lo fokus ke value?
Buat konten yang bantu orang memecahkan masalah. Bukan sekadar hiburan atau flexing.
Share insight yang lo dapet dari pengalaman pribadi, buku, atau mentor lo.
Jangan kejar viral, kejar relevansi. Lebih baik dapet 100 views dari orang yang bener-bener butuh insight lo, daripada 10.000 views dari orang yang cuma scroll lewat.
Pikirkan ini: Apakah lo mau dikenal sebagai seseorang yang viral sesaat, atau sebagai seseorang yang punya pengaruh jangka panjang?
Kalau lo fokus ke value, engagement bakal datang dengan sendirinya. Tapi kalau lo cuma fokus ke engagement, lo bakal kehilangan tujuan besar lo.
Banyak orang berhenti sebelum mereka benar-benar memberi kesempatan buat diri sendiri. Mereka ngerasa stuck, padahal mereka cuma belum cukup lama main di game ini.
Kuncinya simpel: bertahan lebih lama dari yang lain.
Orang yang sukses di personal branding bukan selalu yang paling pintar atau paling berbakat. Mereka yang menang adalah mereka yang paling konsisten, paling transparan dalam berbagi perjalanan, dan paling fokus kasih value tanpa terlalu peduli sama vanity metrics.
Lo gak harus viral buat berhasil. Lo cuma perlu jadi orang yang selalu ada, terus bikin konten yang bermanfaat, dan pelan-pelan ngebangun kepercayaan audiens lo.
Minggu depan, gue bakal share gimana caranya bikin konten yang gak cuma rame, tapi juga mendatangkan peluang bisnis. Stay tuned!
Salam,
🚀 Creator Funnel Webinar – Batch 2 Resmi Dibuka! 🚀
Setelah webinar kemarin dapet respons luar biasa, batch berikutnya RESMI dibuka! 🎉
📅 Tanggal Event: Minggu, 2 Maret 2025
🎟 Kuota Terbatas: Maksimal 50 orang aja
💰 Harga Normal: 129K
🔥 Harga Diskon Subscriber: 99K (pakai kode “PERTAMA”)
⚡ Kode diskon ini cuma buat 10 orang pertama yang daftar sekarang!
Daftar sekarang sebelum kuota penuh 👉 [Link Pendaftaran]
Di webinar ini, lo bakal belajar gimana caranya bikin Creator Funnel yang bisa ngebantu lo:
✅ Cara menarik perhatian audience yang tepat.
✅ Strategi membangun trust biar mereka percaya sama lo.
✅ Teknik nurturing supaya mereka makin loyal.
✅ Cara closing jualan tanpa hard-selling!
💯 Garansi Full Refund! Kalau lo ikut webinar ini dan ngerasa gak dapet manfaat apa-apa, uang lo bakal gue balikin tanpa potongan sepeser pun.
📌 Batch 1 kemarin SOLD OUT dalam 1 Hari doang. Jangan sampai kelewatan kali ini!
Daftar sekarang sebelum kuota penuh 👉 [Link Pendaftaran]
🔥 Kode diskon FUNNEL cuma berlaku buat 10 orang pertama. Gas sekarang! 🔥
Baca juga post Weekly Possible minggu lalu:
Sudah daftar dan sudah bayar atas nama Roy Oppu Napitupulu